Datang dan pergi memang sudah
menjadi pasangan abadi. Ketika “datang” telah ada, waktu pasti akan melaju
hingga tiba giliran “pergi” menghampiri. Hampir lima tahun sudah, aku menjadi
warga Jogja. Kuliah telah usai, kini tiba waktunya kembali pulang.
Ah, kenapa begitu berat
meninggalkan kota ini.
Betul, Jogja begitu nyaman untuk ditempati. Hingga aku begitu berat untuk pergi. Lima tahun yang lalu, tepat bulan Juli 2010, aku mengenal dunia baru. Aku menginjak tanah di Kota yang terkenal dengan maskot tugu. Hampir lima tahun sudah, aku berjibaku dengan urusan ilmu. Hampir lima tahun sudah, aku “mengelana” di tempat yang sebenarnya aku tinggal menetap di sana.
Betul, Jogja begitu nyaman untuk ditempati. Hingga aku begitu berat untuk pergi. Lima tahun yang lalu, tepat bulan Juli 2010, aku mengenal dunia baru. Aku menginjak tanah di Kota yang terkenal dengan maskot tugu. Hampir lima tahun sudah, aku berjibaku dengan urusan ilmu. Hampir lima tahun sudah, aku “mengelana” di tempat yang sebenarnya aku tinggal menetap di sana.
Kini telah tiba masanya. Aku
mengemasi barang-barang. Setengah impian telah kugenggam. Tinggal melanjutkan
setengah mimpi yang lain untuk di wujudkan. Hari itu pun tiba. Aku mengepak
barang-barang. Mengucapkan selamat tinggal, dan melaju pulang.
Lima tahun sangat berarti. Tentu banyak
kenangan yang berkesan. Ilmu, persahabatan, pengalaman, “cinta”, perjuangan,
dan pengorbanan. Semua menyisakan kerinduan yang amat dalam jika sesekali ku
kenang.
Hasta La Vista*, Jogja. Terima
kasih. Lima tahun yang luar biasa. Meski awalnya aku belum bisa menerima
keberadaanku sendiri di kota Jogja. Waktu itu, aku hanya belum tahu cara
mencintamu Jogja. Setelah ku tahu cara mencintai Jogja, malah rasanya berat
melepas jumpa. Berat melepas jumpa dengan gudang ilmu, berat melepas jumpa
dengan kawan-kawan, berat melepas jumpa dengan suasana yang menggairahkan dan
menentramkan.
Hasta La Vista, Jogja. Ijinkan aku
kembali jika suatu saat aku harus ke sini.
Kembali pulang ke rumah. Yeah. Senang
namun bercampur berat. Apapun itu, kini yang harus dilakukan adalah menikmati. Kita
takkan mampu menjadi kita yang sesungguhnya jika tak mampu menikmati apa pun
yang terjadi.
Aku kembali. Aku datang untuk
meneruskan sebagian mimpi. Aku datang lagi, ke tempat semua bermula. Bukan,
bukan untuk mengawali ulang, namun aku kembali untuk meneruskan. Kembali ke tempat bermula bukan berarti
mengulang bukan?
Aku menata ruangan yang dulu
pernah ku tinggalkan. Aku ingin segera tertidur lelap. Aku tak sabar bertemu
esok dan menyapa pagi. Segera memulai merajut semangat di awal hari. Aku rindu
hijaunya padi di sawah depan. Birunya gunung yang menjulang. Sejuknya embun
yang menyegarkan. Yeah. tentu aku sangat beruntung karena pemandangan itu terhampar jelas di depan rumah.
Aku merindukan pagi. Aku menyukai pagi, karena ia membuat hari nampak menjadi baru. Seperti itu juga aku. Aku ingin melanjutkan hidupku, dan saat mengawalinya nampak seperti kisah baru.
"Hai, pagi", ijinkan aku menyapamu seperti mentari menyapa.
*) sebuah ungkapan perpisahan,
berasal dari bahasa Spanyol
0 komentar:
Post a Comment