Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : “sembahlah Alloh (saja) dan jauhilah thogut,.. “ 
Q.S An-Nahl: 36)

Kamu (umat islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat yang ma’ruf) dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Alloh. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebnayakkan mereka adalah orang-orang yang fasik.”
(Q.S Ali-‘imron : 110).

Islam datang melalui para nabi-nabi pilihan yang dikehendaki Alloh yang pada akhirnya disempurnakan sejak kenabian Muhammad sholallohu ‘alaih wa sallam. Umat islam dilahirkan menjadi umat terbaik karena tugas dakwah yang diembannya. Tujuan utamanya ialah tegaknya kalimat tauhid, mengembalikan fungsi manusia sebagai hamba penyembah Alloh saja, dan menegakkan syari’at islam di muka bumi ini (pada tataran masyarakat global) serta meraih Ridho Alloh  Subhanahu wa Ta’ala. Menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah terjadinya kemungkaran merupakan bagian dari tugas umat muslim demi terwujudnya tujuan tersebut. Inilah da’wah mulia islam yang datang di muka bumi ini.

Pelaksanaan da’wah itu sendiri dapat dikerjakan secara individual dan jama’ah. Dakwah secara individu dapat melalui akhlak atau perbuatan kita dihadapan manusia dalam keseharian. Rosululloh disegani oleh banyak kalangan pada jamannya karena gelar Al-Amin yang melekat pada diri beliau, dan ini adalah da’wah. Tidak semua da’wah dapat dikerjakan sendiri. Tegaknya syari’at islam di muka bumi ini mustahil jika dilakukan seorang diri. Inilah pentingnya amal jama’i. islam sendiri datang menyeru agar manusia hidup secara berjama’ah, mengimplementasikan ajaran-ajaran islam secara berjama’ah. Islam takkan bisa tegak sempurna jika tanpa jama’ah.

Namun, bagaimanakah jama’ah islam itu sendiri?? Fenomena yang ada ialah saat ini sudah tidak adanya Jama’atul Muslimin, yang ada ialah Jama’atul minal Muslimin. Jama’atul Muslimin hanya ada jika diterapkannya khilafah islamiyyah. Jama’atul Muslimin itu ialah pada masa Rosululloh dan shahabat dan pada hari yang diKehendaki Alloh nantinya. Setelah tumbangnya kepemimpinan khulafaur rosyidin, Jama’atul Muslimin telah tiada karena tidak lagi diterapkannya khilafah islamiyyah. Jama’ah yang dalam aspek politik pun tidak dapat diterapkan, yaitu berkumpul hidup di bawah sebuah Negara islam, di bawah kepemimpinan imam/khilafah yang sah secara syar’i.

Dikarenakan tidak adanya Jama’atul Muslimin sekarang ini, muncullah Jama’atul minal Muslimin dengan banyak penamaan. Kemudian apakah terbentuknya Jama’atul minal Muslimin merupakan realisasi dari hadits iftiroqul ummah (perpecahan di tubuh ummat islam)? Terbentuknya Jama’atul minal Muslimin tidak dapat dikatakan suatu pelanggaran selama masih berpegang teguh di atas jalan Al-Qur’an wa As-Sunnah sesuai pemahamannya Rosululloh dan tiga generasi emas. Iftiroq disini artinya firqoh (golongan) yang keluar dari jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dan para imam kaum muslimin beserta jama’ahnya serta menyimpang dari manhaj as-salaf as-sholih. Jama’atul minal Muslimin yang benar ialah menyuarakan dan memahamkan pada ummat tentang urgensi Jama’atul Muslimin. Artinya, setiap Jama’atul minal Muslimin memiliki satu azzam menuju Jama’atul Muslimin.

Pemahaman yang kurang dalam mengenai Jama’atul minal Muslimin dan Jama’atul Muslimin menyebabkan timbulnya paradigma kesukuan (golongan) yang membentuk sekat antar Jama’atul minal Muslimin. Paradigma ini biasanya dipahami bagi sebagian muslimin yang termasuk masih awal dalam memahami islam. Maka dari itu, hendaknya bersabar dalam menuntut ilmu din sampai menemukan hakikat ajaran islam yang kaffah. Ahlus sunnah wa Al-jama’ah adalah siapa saja yang menjadikan jalan hidup Rosululloh dan tiga generasi setelahnya sebagai manhaj dalam memahami dan mengimplementasikan ajaran islam. Jadi, aswaja bukanlah suatu monopoli `golongan tertentu yang kemudian menganggap diluar dari golongan tersebut bukanlah aswaja, tetapi siapa saja yang mengikuti sunnah dan berpegang teguh dengannya. Hendaknya inilah yang dipahami ummat saat ini agar tidak terjebak pada pengakuan belaka dan menghilangkan adanya sekat antar ummat muslim yang sejatinya adalah satu jalan aqidah dan tujuan. Satu tujuan yang bisa jadi cara menuju tujuan yang berbeda.

Sekiranya langkah yang mendekati sesuai jika masing-masing dari ummat muslim meninggalkan pengakuan atas nama kelompok tempatnya menuntut ilmu dien yang terkesan mengkotak-kotakkan islam itu sendiri (missal, saya salafi, kamu ht, saya jt, kamu im/tarbiyyah,mmi, dan lain sebagainya). Alangkah lebih baiknya meninggalkan yang demikian, lebih baik sama-sama beramal yang dengan amal itu bisa memperbaiki ummat. Karena, betapa masih banyaknya ummat hari ini yang masih belum faham iman, ibadah, aqidah, dan masih suka sinetron, ramalan zodiac,dll. dalam mewujudkan persatuan ummat, perlu kiranya kita meninggalkan perdebatan yang sifatnya furu’ (cabang) karena tidak akan pernah ada habisnya. Apapun cara yang ditempuh ummat ini dalam meuwujudkan tujuan selama tidak melanggar syari’at, anggaplah itu sebagai warna-warna yang saling melengkapi nuansa dakwah. Bagi sebagian saudara-saudara yang getol menyuarakan jihad, ya itulah salah satu warna islam karena islam juga berbicara tentang jihad. Bagi sebagian saudara-saudara yang memperjuangkan khilafah ya itulah warna islam karena islam membahas tentang khilafah. Bagi sebagian saudara-saudara kita yang berjuang di ranah politik, biarkan mewarnai perpolitikkan. Bagi saudara-saudara kita yang semangat menuntut ilmu dinnya sangat membara, ya begitulah seharusnya jiwa setiap muslim yang memiliki azzam untuk memahamkan diri dan ummat terhadap ilmu dien yang mulia. Bagi saudara-saudara kita yang dakwahnya langsung bersinggungan dengan masyarakat yang ia jumpai di daerah-daerah, ya itulah warna islam yang memasyarakat, merangkul masyarakat untuk mengenal agama lebih dalam. Begitulah karakter masing-masing dari sebagian saudara-saudara seiman kita yang seharusnya tidak dipermasalahkan secara ghuluw sampai menimbulkan persangkaan buruk, kedengkian bahkan pecahnya ukhuwah islamiyyah. Itulah karakter yang dibawa dan warna-warni yang saling melengkapi.

 Saat ini yang baru bisa kita lakukan ialah menghargai dan saling mendukung dalam hal kebaikan dan ketaqwaan. Adapun jika ditemui suatu kesalahan dalam prakteknya, hendaknya ditegur dan ditabayunkan secara hikmah.  Saling menasehati dalam hal kebaikan dan kesabaran agar tidak termasuk golongan kebanyakan manusia yang merugi. Inilah yang mestinya dipahami agar tujuan dakwah yang utama dapat terlaksana. Inilah yang seharusnya dipahami agar ummat muslim yang berjalan di atas jalan yang benar, benar-benar merasakan persaudaraan islamiyyah dengan muslim lainnya sehingga tercapai persatuan dalam rangka menuju tujuan yang sama.

Ummat dapat dipersatukan dengan dua hal; (1) manhaj, sebagaimana yang sedikit sudah disinggung di depan bahwa ummat ini dapat bersatu dengan manhaj (metode dan jalan hidup) yang berasal dari Rosululloh dan tiga generasi emas setelah beliau. (2) peristiwa, ummat islam dapat disatukan dengan adanya peristiwa yang berkaitan dengan ummat muslim, missal: penindasan muslim palestina atas kaum zionis yahudi yang tak kunjung reda (bahkan tak kan reda sampai menjelang hari akhir kelak karena permusuhan antara kaum muslim dan kafir itu pasti), kedzoliman kaum syi’ah terhadap saudara-saudara muslim di suri’ah, konflik afghon, tragedi poso, penindasan dan pengusiran kaum muslim di rohingya, dan penjajahan-penjajahan kaum kafir di tanah tempat berpijaknya kuam muslimin lainnya. Inilah salah satu jalan ummat ini dipersatukan karena adanya rasa ukhuwah islamiyah yang menggerakkan hatinya untuk langsung terjun turut andil menolong saudara-saudara muslim yang tertindas, membantu mereka yang tertindas dengan berbagai kemampuan yang dimiliki baik jiwa, harta maupun sebatas doa. Sebanyak2nya doa juga mereka butuhkan karena kita tidak tau doa dari mulut siapa yang dikabulkan Alloh.

Selain kedua hal tersebut diatas, ummat muslim dapat pula dipersatukan dengan al-wala’ wal baro’. Pemahaman wala wal baro’ yang jelas dan tegas memberikan pemahaman pada ummat tentang siapa yang sebenarnya berhak mendapat loyalitas dan siapa saja yang harusnya di beri baro’ (kebencian dan perlawanan). Sehingga, jelas siapa yang dicintai dan siapa yang diperangi.
Jika persatuan sudah terpupuk maka langkah untuk membangkitkan ummat adalah jalan yang lebih dekat. Ummat dapat bangkit bersama dengan frame berfikir yang senada. Dalam hal ini terutama adalah masalah aqidah karena manhaj sebagai pemersatu ummat berdasarkan aqidah yang haq. Kebangkitan ummat akan mendekatkan dengan kemenangan yang telah dijanjikan. Yaitu terulangnya sejarah kemenangan yang digenggam oleh kaum muslimin. Kebangkitan dan kemenangan  ummat adalah hal yang tidak hanya dinanti, meski kemenangan itu adalah janji yang pasti dari Ilahi. namun semuanya perlu adanya upaya yang nyata.

Perlu diingat bahwa kemenangan kaum terdahulu pun ada sebabnya. Sebab-sebab itulah yang seharusnya kita lakukan sekarang ini sebagai persiapan kita mendapatkan kemenangan kelak. Latihan fisik maupun mental juga mesti dipersiapkan. Ingat, kebersihan hati, nurani, ketaqwaan dan iman adalah bekal kaum terdahulu meraih kemenangan. itulah yang menyebabkan islam berjaya. Juga, menjauhi kemaksiatan, karena kemaksiatan itu penghalang kemenangan. Maka, marilah kita persiapkan dan  ulangi sejarah yang pernah ada,, meraih kemenangan islam.

Ya Robb, jadikanlah tangan-tangan ini menjadi tangan-tangan yang sibuk memperbaiki ummat, berjuang menjemput kemenangan yang Engkau janjikan… jika pun bukan melalui tangan-tangan ini, jadikanlah generasi-generasi dan anak cucu dari pemilik tangan ini yang akan menjemput dan berjuang untuk dien yang haq ini, untuk sebuah Ridho dan RahmatMu,, aamiin,,,

-hamba Alloh akhir zaman-

*essay ini disusun sebagai syarat Training Kepemimpinan Jama'ah Shalahuddin 3 UGM 1434h