Anda penggemar film superhero
? Jika Anda sudah terlahir sebagai seorang anak-anak atau remaja di era 80-an,
tentu tak asing dengan tokoh hero satu
ini, Robocop. Film fiksi ilmiah tentang robot atau cyborg yang satu ini memang menjadi populer pada era perdananya
tahun 1987. Seperti ingin mengembalikan popularitasnya, film ini
kemudian
dibuat remake dengan judul yang sama
sehingga Robocop tercatat sebagai sekuel keempat dari franchise ini. Ada hal yang menarik untuk dicermati dalam remake Robocop 2014 ini. Pada dasarnya,
inti cerita Robocop 2014 tidak jauh berbeda dengan sekuel sebelumnya yaitu
tentang asal muasal terciptanya manusia robot. Bedanya, alur cerita pada sekuel
keempat ini dikemas dengan penyesuaian kondisi zaman modern sehingga terlihat lebih
nyata. Tapi tahukah Anda ada hal-hal menarik yang patut dicermati pada film
yang disutradarai oleh Jose Padelhi ini?
Bagi saya, menonton film tidak hanya semata-mata untuk memberi
relaksasi untuk mata semata namun lebih dari itu menginginkan sebuah refleksi
dan makna yang tersirat di dalam film yang disajikan. Sebagai seorang muslim, saya
merasa terpanggil saat melihat “preambule” (pembukaan) pada film Robocop 2014
ini. Pada prolognya, film ini menceritakan tentang pasukan militer robot yang
sedang beroperasi melakukan pemindaian rutin di sebuah daerah rawan konflik,
Iran. Civilizen yang digambarkan adalah penduduk setempat dengan atribut keislamannya,
misalnya berjenggot dan berkopyah bagi pria dan berkerudung bagi wanita muslim.
Inilah yang membuat saya sebagai penonton yang juga seorang muslim tiba-tiba
terasa tertunjuk, “wah muslim men..”.
Tapi kemudian terasa ada yang janggal jika mencermatinya
lebih jeli. Muslim yang digambarkan adalah penduduk Iran yang notabene
mayoritas syi’ah. Trus kenapa kalo syi’ah? Ya jelas kenapa-napa, karena muslim dan syi’ah tidaklah sama. Oke bagi Anda
yang belum paham tentang syiah dan tetekbengeknya
sehingga dinilai tidak sama dengan islam, saya sarankan untuk banyak-banyak
mencari referensi yang bisa menjelaskan hal tersebut. Yang jelas bagi saya,
jika mau menunjukkan identitas muslim, bukan penduduk Iran (syia’h) yang seharusnya
jadi sampel. *Hoho sampel,, *efek sekripsweet.. hehe..
Selanjutnya, hal yang menurut saya janggal adalah pada saat adegan
sekelompok warga sipil yang melakukan aksi bunuh diri menggunakan bom di depan
televisi yang sedang meliput proses pemindaian rutin oleh militer robot
tersebut. Alur ini secara langsung maupun tidak telah melecehkan agama agung
bernama Islam. Alur yang mengajak para penonton untuk bersama-sama melabeli Islam
sebagai teroris. Islam selalu identik dengan adegan-adegan teror. Sangat jelas
di menit ke-6 seorang warga sipil yang melakukan aksi bom bunuh diri yang
lantang meneriakkan takbir, “Allahu
Akbar.. Allah Akbar”. Nampaknya, opini yang ingin ditanam adalah bahwa
islam dengan atributnya memang layak disebut teroris. Ditambah lagi saat menit ke-7,
seorang remaja keluar rumah dengan membawa senjata tajam terpindai oleh robot
militer sebagai sebuah “ancaman”. Lagi-lagi, islam disudutkan dengan mindset bahwa seorang muslim adalah orang yang layak untuk dicurigai.
Pertanyaannya, kenapa harus penduduk yang menampilkan
atribut islam yang menjadi pemeran bom bunuh diri? Kenapa muslim yang dijadikan
peran dalam pemindaian? Inilah opini yang ingin digiring kepada penonton bahwa
seperti itulah teroris yang identik dengan islam. Tak aneh memang karena ini adalah
produk hiburan yang makers-nya adalah
pihak-pihak yang tak memahami Islam. Atau justru inilah yang mereka (pembuat
film) inginkan? Menyebarkan virus islamophobia melalui hiburan.
Mungkin bagi mereka inilah jalannya untuk merendahkan citra
Islam. Anda tak sadar ada pembusukan citra islam dalam film ini? Cobalah tonton
dengan sedikit lebih jeli. Anda pun akan menemukan mind yang ingin ditanamankan secara halus, oh tidak, sangat halus
sampai tak sadar jika tak jeli. Kemudian, jika saya dan Anda sepakat ada
pelecehan islam dalam film ini, maukah kita sama-sama bertindak sesuatu untuk
men-stop tindakan pelecehan dalam
ranah apapun terutama ranah hiburan seperti ini? Jika Innocence of Islam atau
Fitna saja bisa berhasil “ditutup” karena ketidakterimaan muslim atas pelecehan
di dalam film tersebut, bukankah tidak mustahil jika kita mengulanginya
lagi untuk “protes” terhadap film ini
dan hiburan-hiburan semisal ? Yuk
bertindak sesuatu untuk selalu memuliakan agama agung ini. J
0 komentar:
Post a Comment