Tepat tanggal 26 Juni 2015 lalu, Mahkamah Agung Amerika Serikat resmi memutuskan bahwa pasangan sejenis di seluruh negara bagian di Amerika Serikat memiliki hak untuk menikah. ini dianggap sebagai kemenangan besar bagi Amerika, terutama oleh kelompok yang menuntut kebebasan menikah pasangan sejenis.

Tak hanya mereka, banyak pihak yang ikut ‘merayakan’ putusan dari hasil perbandingan 5:4 suara itu, termasuk Mark pemilik Facebook.

“Celebrate Pride” namanya. Tool yang disediakan Facebook yang memungkinkan para penggunanya mewarnai foto profil mereka dengan warna-warni seperti pelangi.
Banyak yang kemudian menambahi warna-warni pada foto profil di akun Facebooknya. Entah mereka tahu maksud warna-warni itu atau hanya sekedar latah karena memanfaatkan tool yang baru disediakan Facebook.


Sedih memang. Bagi muslim yang percaya dengan kisah Al-Qur’an yang pernah terjadi di masa lalu tentang azab yang menimpa kaum Luth, sangat menyayangkan putusan Mahkamah Agung Amerika tersebut. Tentu tak ingin negara di dunia ini satu demi satu mendukung perbuatan nista itu dilegalkan. Amerika bukan negara yang kali pertama melegalkan perkawinan sejenis ini. sebelumnya telah didahului Belanda, Spanyol, Kanada, Afrika Selatan, Selandia Baru, Irlandia, dll.

Bagi Anda yang muslim, pengguna facebook, plish tak perlu ikut-ikutan mewarnai foto profilnya, jika tak ingin dianggap mendukung “kemenangan’ itu. Hanya dengan mewarnai saja bisa dianggap mendukung? ya, setidaknya itu termasuk menyerupai mereka pejuang bendera warna pelangi itu.

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka.” (H.R Abu Daud)

Sungguh aneh memang. Jaman semakin modern dan waktu semakin bergerak maju. Tapi tingkah dan pola pikir manusia justru semakin terbelakang. Sudah pernah Allah mengazab perilaku manusia di jaman dahulu yang melegalkan kawin sejenis semacam ini. Apakah Amerika dan negara-negara yang melegalkan perilaku menyimpang ini ingin ditayangkan secara live azab Allah dinegeri mereka? Naudzubillah..

“maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri Kaum Luth itu yang atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan (batu belerang) tanah yang terbakar secara bertubi-tubi.” (Hud: 82)


Itulah produk kebebasan yang kebablasan. Liberalisme tak mengenal batas. Sekarang mereka melegalkan kawin sejenis. Besuk mereka menagih kebebasan dengan melegalkan kawin dengan hewan. Na’udzubillah. 
#sayNoToLGBT
Kita manusia yang lemah tidak bisa melihat secara pasti tentang masa depan. Masa depan adalah waktu yang menjadi takdir yang luar biasa. Waktu adalah dimensi tempat yang tabirnya tidak bisa dijebol. Karena masa depan tidak bisa dilihat, maka manusia sebagai makhluk yang terlibat di dalam waktu harus menghadapi satu hal yaitu ketidak pastian. Di balik ketidak pastian mengandung resiko dan kemungkinan. Kemungkinan yang dihamparkan hanya ada dua hal; kemungkinan baik yang selanjutnya menjadi “harapan”, dan kemungkinan buruk yang sering menjadi penghindaran. Manusia hanya bisa melihat kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi karena di sinilah kelemahan manusia; memiliki keterbatasan dan ketidak berdayaan. Oleh karenanya, manusia perlu memiliki pegangan dan andalan untuk menghadapi dan menjalani masa depan yang masih ghaib, yang tidak bisa dilihat mata namun hanya bisa diraba.

Andalan tersebut dalam ilmu Psikologi disebut sebagai Anchor. Seseorang bisa memutuskan sesuatu karena mengandalkan sesuatu. Misalnya, seseorang yang berani menikah muda, pasti memiliki andalan yang menjawab pertanyaan “kenapa berani menikah di usia muda?”. Seseorang berani mendaftar ujian masuk Universitas ternama karena memiliki andalan yang menjawab pertanyaan “kok berani-beraninya daftar Universitas keren itu?”. Seseorang berani berdagang karena memiliki andalan berupa modal, misalnya. Seseorang berani mengambil keputusan meski beresiko, karena memiliki suatu andalan. Andalan itulah yang biasa disebut sebagai Anchor.

Anchor terdiri dari 4 hal (layers of anchors) :
  • Materi
Contoh dari sesuatu berupa materi yang menjadi andalan manusia misalnya ijasah, uang, mobil, dan sebagainya. Seseorang merasa bisa berbuat sesuatu atau berani memutuskan suatu keputusan karena mengandalkan materi. Seseorang berani melamar sebagai manejer sebuah perusahaan karena memiliki ijasah dengan predikat kelulusan cumlaude, misalnya. Seseorang berani melamar seorang gadis karena ia sudah mapan dan kaya, misalnya. Seseorang berani membuka usaha dagang karena memiliki modal yang banyak, misalnya saja. Pada anchor ini, seseorang mengandalkan sesuatu berupa materi yang tampak sebagai alasan dan andalan kuat ia memutuskan suatu hal.
  • Self
Anchor tipe ini meletakkan dirinya sendiri sebagai sumber kekuatan utama. Ia beranggapan bahwa sumber kekuatan terletak pada dirinya sendiri, bukan dari sumber lain. Contohnya, tokoh besar Bill Gates. Bill Gates beranggapan bahwa kesuksesan yang mampu diraihnya tidak lain dan tidak bukan karena kemampuan dan kekuatan dirinya sendiri. Anchor dengan meletakkan “self” sebagai andalan hidupnya akan mempertuhankan diri sendiri. Tentu, seorang muslim yang taat seharusnya terhindar dari anchor tipe ini.


Anchor tipe ini hanya akan berakhir sia-sia. Karena ia bukanlah raja, kekuatan dan kemampuan dalam dirinya yang diagung-agungkan bukanlah sesuatu yang sempurna. Anchor jenis ini menafikkan kekuatan Allah (Tuhan) sebagai Dzat Yang Maha Kuasa, Rabb Yang Maha Perkasa, Yang Maha Berkehendak dan Maha Memiliki Kekuatan. Saat dirinya sadar bahwa ia tak lagi berdaya, maka tak ada pilihan lain kecuali mengakhiri hidupnya. Dan inilah yang pada akhirnya dipilih oleh Bill Gates. Bunuh diri. Na’udzubillah.

Memang perlu diwaspadai jika memiliki anchor yang meletakkan “self” pada kedudukan tertinggi. Orang dengan anchor tipe ini akan merasa dirinyalah yang paling hebat, sehingga akan melihat orang lain sebagai sesuatu yang lebih rendah, akan tumbuh benih-benih sombong dalam jiwanya. Padahal Islam menginginkan pemeluknya jauh-jauh dari penyakit-penyakit hati ini.

Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)

Andalan berupa “self” ini, Al-Qur’an juga bercerita. Dialah Qarun yang peraya bahwa ia mendapatkan kekayaan dan harta karena kekuatan yang ada pada dirinya saja. Sebagaimana dikisahkan dalam Al-Qur’an bahwa Qarun berkata,

“sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.”
(Q.S Al-Qoshosh: 78).

“sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku.” (Q.S Az-Zumar: 49)

Maka, orang yang meletakkan anchor “self” dalam posisi tertinggi, dunianya hanya akan binasa dan hidupnya hanya sia-sia belaka. Kita mesti ingat bahwa ada Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.
“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S Al-Mulk: 1)

  • Others

Andalan berupa “other” yakni mengandalkan orang lain atau sesuatu yang datang dari orang lain. Misalnya, seseorang yang semangat update status di media sosial karena berharap banyak yg klik “like” dan komentar suka. Ia akan menjadi semangat dan merasa hebat saat ada pengaruh dari orang lain. Orang dengan tipe anchor ini sering kali mengandalkan sesuatu dari orang lain. Baik itu kekuatan dari orang lain ataupun “pemberian” dari orang lain.
  • Virtues (hikmah)

Virtues adalah sesuatu yang baik, sesuatu yang arif. Kearifan yang terletak di dalam hati nurani seseorang. Ia meliputi prinsip-prinsip kehidupan, ataupun sunnatullah. Anchor tipe ini dianggap anchor yang paling kuat membentuk kepribadian seseorang. Dalam kehidupan muslim, saat seorang muslim sadar bahwa dirinya lemah dan Allah yang Maha Kuat, dan keimanan telah mengakar kuat dalam sanubarinya, di saat itu pula ia gantungkan seluruh hidupnya kepada Allah, maka itulah The Strongest Anchor. Bergantung pada Allah (Tuhan) dan nilai-nilai kebaikan. Inilah contoh bentuk anchor tipe virtues, selalu dapat mengambail hikmah dan hanya Allah tempat ia bergantung. Seseorang yang memiliki anchor virtues, yang mengandalkan Allah dalam hidupnya, akan mudah mengantarkan ia pada titik taqwa.

“Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” (QS. Al Ikhlas [112] : 2)

Anchor / andalan seseorang akan membentuk kepribadian orang tersebut. Anchor tipe “self” akan membentuk pribadi yang selalu pede, kepedean yang mengarah pada keangkuhan dan menafikan akan campur tangan Tuhan dalam kehidupan. Anchor tipe “material” hanya mengandalkan barang-barang mati yang tak selamanya bisa berguna. Ia pun disibukkan dengan materi-materi dunia yang tak pernah kekal selamanya. Anchor tipe “others” hanya akan membentuk pribadi yang mengandalkan sesuatu yang datang dari orang lain. Ia akan selalu terdorong untuk mencari dan “meminta” sesuatu dari orang lain. Jika ia berbuat, perbuatannya pun tak ada nilai ikhlas dalam hatinya. Bagi seorang muslim, niat tentu hal yang fundamental karena ia penentu diterimanya amal di sisi Allah.

Meski pun yang dilakukannya itu baik, namun jika niatnya melenceng dari ikhlas karena Allah, maka sia-sialah amalnya itu. Amalnya tak lain hanya menyisakan lelah di setiap langkah saja.

Maka, untuk menjadi pribadi yang kuat, baik, dan mulia adalah dengan memiliki anchor “virtues”. Ia mengandalkan pada hikmah dan prinsip yang baik dalam kehidupan, tentu sumber yang ia andalkan adalah pada Dzat yang Maha Kuat lagi Kekal, yaitu Allah Suhbanahu wa Ta’ala. Inilah anchor yang paling kuat. Meski anchor ini abtrak, namun kekuatan-Nya begitu nyata. Anchor ini membentuk kepribadian seseorang menuju titik taqwa. Setelah mengetahui anchor sebagai pembentuk kepribadian manusia, lalu yang manakah anchor dalam hidup kita selama ini? #Refleksi.

Hasbunallahu wa ni’mal wakiil, ni’mal maulaa wa ni’man nashiir. Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.


Wallahu a’lam bishshowab.
Kasus Rohingya seakan menjadi perhatian dunia saat ini. Kasus yang muncul beberapa tahun belakangan ini kembali menjadi sorotan publik. Muslim Rohingya mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dari masyarakat Budha Arakan, Myanmar. Pembakaran kampung, pembantaian, manusia dibakar hidup-hidup, sampai pada puncaknya terusirlah mereka dari kampung halamannnya. Kaum Rohingya yang mayoritas muslim ini lebih memilih mati di negeri orang dari pada bertahan di negara mayoritas Budha itu. Masyarakat dunia tak sedikit yang mengecam tindakan Budha Arakan tersebut. Sungguh tak manusiawi. Tindakan kriminal yang sangat jauh dari istilah manusiawi.

Namun nampaknya ada yang ganjal. Tindakan tak beradab yang sedemikian rupa, sama sekali tak disebut teroris. Dunia mencibir dan mencela Budha Myanmar karena memang sudah sepatutnya. Namun apakah tindakannya lantas diembel-embeli kata “teroris”? Sungguh berbeda jika yang melakukan kriminal tersebut adalah seseorang atau sekelompok orang dengan atribut agama islam. Khalayak langsung mencercanya dan melabelinya dengan teroris. Padahal jika kita merujuk pada definisi yang sebenarnya, kriminal-kriminal yang dilakukan Budha Myanmar mengarah pada tindakan terorisme.

Sudah pernah membaca defini teroris di dalam Kamus? Belum? Oke, saya nukilkan. teroris adalah pelaku tindak teror. Sedangkan menurut KBBI teror adalah usaha menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan. Teroris bisa juga diartikan sebagai pelaku tindak kekerasan yang menimbulkan rasa takut dan tidak aman di kalangan masyarakat. Mengancam, menganiaya, hingga membunuh adalah beberapa contoh tindakan teror.

Namun sayang sekali, definisi dalam anggapan manusia sering tak adil. Teroris dimaknai dengan sangat sempit. Ia diarahkan hanya pada ajaran agama tertentu, yaitu Islam dengan segala atributnya. Padahal jika kita mau jujur, bolehlah kita menyebut  Budha Myanmar adalah teroris. Jika kita mau jujur, seharusnya kita menyebutnya demikian. Tindakan kriminal Budha Myanmar yang mana lagi yang tidak mengarah pada definisi teroris?

Disinilah telah terbukti, dan seharusnya bisa membuktikan kesalahan anggapan masyarakat bahwa teroris identik dengan islam. Telah terbukti tidak demikian, bukan? Bahwa islam yang selalu dikaitkan dengan islam adalah anggapan yang salah kaprah. Teroris tidak identik dengan islam. Islam bukan teroris. Teroris tak mesti bercirikan dengan jenggot, karena nyatanya teroris yang baru berulah justru botak. Teroris tak identik dengan islam, karena pelakunya yang baru-baru saja terjadi beragama Budha. Kejadian di Arakan ini semestinya menjadi wasilah untuk membuka mata dunia bahwa sekali lagi, Teroris tidak identik dengan islam dan Islam bukan teroris. Maka, jangan lagi kita melabeli Islam dengan teroris. Sepakat?