Beberapa waktu yang lalu, saya menghadiri kajian tentang
“Pernikahan” yang menghadirkan ust. Triasmoro. Awalnya agak males gitu saya
berangkatnya.. entah saya belum mau mikir begituan.. tapi akhirnya saya
berangkat juga. Bagi saya,,, gak harus berencana mau nikah baru ikut kajian
“Pernikahan”. Tapi seringnya disindir, “ciee… udah ikud kajian gituan..”. bagi
saya,,
entah mau nikah saat ini, dalam waktu dekat ini, atau nanti-nanti,, yang penting cari ilmunya dulu itu penting. Saya sudah mulai mengoleksi buku-buku tentang Nikah sejak SMA akhir. Dan saya biasa saja,, nyatanya sampai sekarang saya malah belum nikah-nikah.. haha… #asikin aja,,, eh tapi saya gak galau ya...
entah mau nikah saat ini, dalam waktu dekat ini, atau nanti-nanti,, yang penting cari ilmunya dulu itu penting. Saya sudah mulai mengoleksi buku-buku tentang Nikah sejak SMA akhir. Dan saya biasa saja,, nyatanya sampai sekarang saya malah belum nikah-nikah.. haha… #asikin aja,,, eh tapi saya gak galau ya...
Baik,, tentang Pernikahan Bahagia (judulnya umum
banget,, tapi gak papa ya, yang penting isinya), ada beberapa point yang bisa
dijabarkan tentang tema ini.
Point
pertama,
--maaf, saya telat dan ketinggalan bagian awalnya.
Waktu saya datang, penjelasannya sampai Rosullullah yang membagi-bagi waktu
buat keluarganya--. Jadi, rosulullah saja punya waktu untuk mendengarkan
cerita-cerita Aisyah di rumah, padahal rasulullah saw adalah pendakwah juga,
kerjaannya mungkin lebih sibuk dibanding pendakwah seperti kita ini, tapi
beliau tetep punya waktu untuk keluarganya. Nah diharapkan bapak-bapak yang
hadir di sini, atau pun para suami, sisihkanlah waktumu untuk sekedar
mendengarkan cerita istri dan anak-anak. Apalagi mendengarkan cerita istri.
Kita tahu bahwa wanita itu memang suka cerita, nah kalo bukan cerita ke suami
ya nanti istri-istri akan cerita ke luar. Ini yang harus diperhatikan, rusaknya
suasana rumah tangga dipicu dengan hal-hal sepele seperti ini. Jika istri suka
cerita ke luar, maka peluang untuk rumah tangga jadi kurang harmonis bisa saja
terbuka. Tidak ada yang menginginkan yang demikian bukan??
Point
kedua, keseimbangan antara hak dan kewajiban. Rumah tangga
yang diidamkan itu mampu menghadirkan keharmonisan. Rasa harmonis ini timbul
karena terpenuhinya hak dan kewajiban yang dilaksanakan secara seimbang.
Suami-istri sama-sama faham mana yang menjadi kewajibannya dan yang menjadi
haknyanya. Semua dijalankan secara seimbang.
“Kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang curang. (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka
menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.”
(Q.S Muthaffifin: 1-3).
Ayat ini bercerita tentang orang yang
tidak jujur dalam menakar timbangan. Melebihkan takaran untuk dirinya, serta
mengurangi takaran untuk orang lain. Inilah orang yang curang, tidak jujur dan
tidak adil. Adil sesuai takaran artinya seimbang. dalam konteks keluarga, jika
menempatkan hak orang lain sesuai porsinya dan menjalankan kewajiban sesuai
kadarnya, maka itulah keseimbangan. Apabila tidak seimbang dapat diartikan
orang yang curang seperti ayat di atas. Jadilah orang yang adil dalam keluarga
dan seimbang melaksanakan kewajiban dan menunaikan hak anggota keluarga.
Seperti naluriahnya seorang wanita yang
ingin dimengerti, maka laki-laki itu minta dipercaya. Oleh karena itu, jika
Anda seorang laki-laki maka berikanlah pengertian kepada istri. Dan apabila
Anda seorang istri maka berikanlah kepercayaan kepada suami. Keseimbangan ini
akan menimbulkan kenyamanan. #Seimbang bikin Nyaman. :)
(bersambung insyaa Allah…)