Setiap gerak dan amal kita hendaklah diiringi dengan ilmu. Berkaitan dengan keutamaan ilmu dan hukumnya, telah banyak dibahas di kitab-kitab para ulama. Semangat untuk beramal pun itu belumlah cukup. Beramal tanpa ilmu hanya akan membinasakan. Itulah mengapa ilmu letaknya sebelum amal. “al ‘ilmu qobla amal”. Ilmu mestinya menjadi pengiring amal. Ketiadaan ilmu dalam diri seringkali membuat salah memahami makna sejati tentang kaidah-kaidah syar’i. 

Tentang ihlas, sering dipahami tanpa pamrih hati. Tawakkal sering dimaknai pasrah tanpa tapi. Sabar diartikan berdiam diri. Padahal memahami islam tidak hanya dengan hati, namun juga dengan ilmu dari kitab suci. Istiqomah itu tetap lurus walau seluruh manusia di dunia bersimpang jalan, bukan semata mengikuti  banyak kawan. Ikhlas itu tidak bertambah karena dipuji,tidak berkurang karena dicaci. 
Sabar itu tetap teguh dalam kebenaran, bukan diam dalam ketidakberdayaan. Jika ikhlas berarti tidak mengharap syurga, untuk apa Allah menitahkan kita agar merindukannya? Jika ikhlas berarti bukan karena takut neraka, untuk apa Allah mengancam kita dengan siksa-Nya? Ikhlas, bukan beramal tanpa pamrih. Ikhlas adalah mengharap apa yang ada di sisi-Nya disebalik amal kita.

Tentang sabar, seringkali pemahaman kita tersasar. Kadang sabar dimaknai berdiam diri dalam ketidakberdayaan. Kadang sabar dimaknai membiarkan kemaksiatan. Kadang sabar berdiam diri dari mengubah keadaan. Sesungguhnya sabar adalah tetap teguh di atas kebenaran meski memberatkan, melelahkan.

Tentang tawakal, seringkali pemahaman kita terpental. Kadang tawakal diartikan pasrah tanpa upaya. Kadang ia dimaknai pasrah setelah berusaha. Hakikatnya, tawakal itu bukan hanya di penghujung cara, namun tawakal itu sebelum berusaha, saat melakukannya, dan setelah tuntas mengerjakannya.

Mari kita benahi tentang 3 hal dalam hidup kita; ikhlas, sabar, dan tawakal.. :)